Senin, 30 April 2012

Hello! Myspace Comments
MyNiceProfile.com
Fantasy Myspace Comments
MyNiceProfile.com
Example [f20]Font 20[/f] [f21]Font 21[/f]

TELAAH KURIKULUM

A. Pengertian Kurikulum
    Pada awalnya pengertian kurikulum diartikan secara sempit, yaitu sekumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik untuk mendapatkan sertifikat atau diploma. Berdasarkan defenisi inilah Good C.V. mengartikan bahwa kurikulum adalah sekumpulan atau susunan mata pelajaran yang diperlukan untuk memperileh ijazah atau sertifikat dalam suatu bidang studi pokok, misalnya IPA dan IPS.
    Berdasarkan uraian di atas bahwa pada permulaanya kurikulum diartikan sebagai sekumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk mendapatkan ijazah atau lebih menekankan pada aspek penguasan mata pelajaran. Mata pelajaran disusun sedemikian rupa agar murid dapat memahaminya dan apabila murid tersebut memahaminya maka akan mendapatkan ijazah atau sertifikat. Setelah mendapatkan ijazah berarti murid tersebut telah lulus dalam aspek penguasan mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek kognitif, yaitu penguasaan materi pelajaran dari segi pengetahuan yang berpusat di otak. Sehingga dengan demikian bahwa kurikulum diartikan sama halnya dengan mata pelajaran.
    Seiring dengan perkembangan zaman, pengertian kurikulum juga ikut berkembang. Seperti yang dikemukan oleh para ahli di antaranya, Raplh Tyler mengemukakan bahwa kurikulum adalah semua kegiatan belajar siswa yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk mencapai semua tujuan pendidikan. Begitu juga dengan Tanner & Tanner mengemukakan bahwa kurikulum adalah sebagai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman secara sistematis yang dikembangkan di bawah pengawasan sekolah yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan dan pengalamanya.
    Berdasarkan uraian di atas, dijelaskan bahwa kurikulum dalam arti luas adalah semua kegiatan yang belajar yang direncanakan dan diarahkan serta dikembangkan di bawah pengawasan sekolah. Dalam pengembangannya tersebut dapat memberikan peluang kepada anak didik untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan dan pengalamannya serta tercapainya tujuan pendidikan. Berbeda dengan pengertian kurikulum dalam arti sempit yang menekankan pada penguasaan mata pelajaran saja. Kurikulum dalam arti luas menekankan pada semua kegiatan belajar siswa yang direncanakan, diarahkan, dan dikembangkan oleh pihak sekolah.  Kurikulum secara luas memberikan peluang kepada anak didik untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan dan juga memberikan pengalaman kepada peserta didik. Dalam kurikulum tersebut harus memberikan pengalaman belajar, yaitu interaksi antara pelajar dengan lingkungan sekitarnya. Murid sebagai komponen dalam pembelajaran harus diberi peluang dalam arti diberi ruang gerak agar kegiatan yang direncanakan oleh pihak sekolah dapat terlaksana dengan baik dan tercapainya tujuan pendidikan.
    Menurut Ronald C. Doll mendefenisikan kurikulum dalam cakupan yang lebih luas. Kurikulum suatu sekolah bukan hanya sekumpulan mata pelajaran, tetapi juga mencakup proses atau pengalaman belajar mengajar baik yang bersifat formal (di sekolah) maupun yang bersifat informal (di luar sekolah) namun tetap dalam kerangka pengawasan dan bimbingan sekolah. Menurut Ronald C. Doll, kurikulum sekolah adalah isi dan proses yang bersifat formal dan informal di mana para pelajar mendapatkan pengalaman dan pemahaman, mengembangkan keterampilan, dan merubah sikap, apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bimbingan sekolah.
    Menurut S. Nasution, kurikulum lazimnya diartikan sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses pembelajaran di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
    Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah. Jadi selain kegitan yang bersifat formal seperti tujuan pelajaran, bahan pelajaran, strategi pembelajaran, dan system evaluasi. Juga kegiatan yang bersifat tak formal seperti pertunjukan sandiwara, pertandingan antarkelas atau antarsekolah, perkumpulan berbagai hobi, pramuka, dan lain-lain.
    Dari kedua pendapat di atas, menyatakan bahwa kurikulum bukan hanya sekumpulan mata pelajaran, tetapi semua kegiatan baik formal atau tidak formal, namun tetap di bawah pengawasan dan bimbingan sekolah. Kegiatan formal seperti tujuan, isi, strategi dan evaluasi. Sedangkan tidak formal seperti kegiatan pramuka, PHBI, PMI, dan lain-lain. Kegiatan tak formal lazimnya disebut kurikulum ekstra.
    Menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 Pasal 1 ayat 19 bahwa, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
    Dari berbagai definisi yang kami kemukakan tentang kurikulum oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum pada awalnya (tradisionalis) mendefinisikan kurikulum merupakan sekumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh anak didik untuk mendapatkan sertifikat. Namun pada perkembangannya (modernis) mendefinisikan bahwa kurikulum bukan hanya sekumpulan mata pelajaran tetapi mencakup semua kegiatan yang bersifat formal (terencana) dan tidak formal (pengawasan sekolah) di bawah pengawasan sekolah untuk meningkatkan penguasan pengetahuan dan pengalamannya agar tercapainya tujuan pendidikan.

B. Komponen-komponen Kurikulum
    Kurikulum merupakan suatu rencana kegiatan pembelajaran yang disusun sebagai pedoman untuk melancarkankan proses pembelajaran dan tercapainya tujuan pendidikan. Para ahli pendidikan sepakat bahwa yang menjadi komponen utama kurikulum adalah tujuan, materi, organisasi/proses, dan evaluasi. Berikut ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing komponen tersebut.
1. Komponen Tujuan
    Tujuan merupakan suatu hal yang penting dalam kegiatan pendidikan. Sebab tujuan merupakan sebagai penentu subtansi kurikulum berikutnya atau starting point. Tujuan kurikulum harus merujuk pada tujuan pendidikan nasional. Menurut Sukmadinata, dalam merumuskan tujuan kurikulum harus didasarkan pada dua hal  yang mendasar, yaitu :
a.    Harus mempertimbangkan perkembangan tuntutan kebutuhan, dan kondisi masyarakat.
b.    Harus didasari oleh pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
    Tujuan sebagai titik awal/starting point untuk menentukan yang selanjutnya seperti isi, proses, dan evaluasi. Dalam merumuskan tujuan kurikulum harus peka dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Dengan kata lain, tujuan dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti masyarakat menginginkan anak mereka cerdas dalam hal kognitif, afektif, psikomotorik, dan spiritual atau lebih konkretnya anak mereka bisa membaca, berhitung, sholat, wudhu’ dan lain sebagainya. Jika tujuan yang dirumuskan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat maka dengan mudah kurikulum tersebut diimplementasikan. Dengan hal itu menunjukkan adanya keselarasan antara tujuan dengan kebutuhan masyarakat begitu juga sebaliknya.
    Selain itu tujuan dirumuskan harus mengarah pada konsep falsafah negara kita yaitu Pancasila. Bagaimana tujuan kurikulum tersebut harus berdasarkan ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Tujuan harus mampu merealisasikan konsep pemikiran falsafah negara dalam kurikulum. Dengan kata lain, tujuan kurikulum harus dapat mengarahkan masyarakat yang memiliki rasa kepercayaan pada tuhan/ketuhanan, rasa kemanusiaan, rasa persatuan, rasa kerakyatan, dan rasa keadilan. Tujuan kurikulum berupaya untuk menjadikan falsafah negara atau Pancasila sebagai pedoman masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya.
    Menurut S. Blom atau dikenal dengan Taksonomi Bloom, rumusan tujuan universal kurikulum harus bersifat komprehensif (menyeluruh), yaitu mengandung aspek pengetahuan (kognitif) : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; sikap (afektif) : menerima, merespon, mengorganisasi, evaluasi, dan menjadi pola hidup; dan keterampilan (psikomotorik) : imitasi,, spekulasi, praktisi, artikulasi, dan naturalisasi.
    Berdasarkan uraian di atas, rumusan tujuan kurikulum harus bersifat komprehensif (menyeluruh) Pada aspek kognitif, tujuan yang ingin dicapai mengarahkan pada pengembangan akal, dan intelektual anak didik. Pada aspek afektif, tujuan yang ingin dicapai mengarah pada penguasaan dan pengembangan perasaan. Sedangkan pada aspek psikomotorik tujuan yang ingin dicapai mengarah pada pengembangan keterampilan jasmani anak didik. Tujuan yang dirumuskan bukan hanya memenuhi kebutuhan kognitif saja tetapi harus memenuhi kesemua ranah tersebut. Dengan tujuan yang dirumuskan tersebut membuat anak cerdas dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam pendidikan agama Islam ditambah menjadi cerdas secara spiritual.
    Dalam rangka merumuskan tujuan pendidikan tersebut, secara hierarkis melalui tingkatan-tingkatan, yaitu : tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
    Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional merupakan sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan, misalnya tujuan institusional SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, Universitas/IAIN. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin di capai oleh suatu bidang studi. Tujuan instruksional adalah target yang harus dicapai melalui suatu mata pelajaran, biasanya dapat dilihat dalam GBPP (Garis Besar Program Pengajaran) dari suatu bidang studi. Tujuan instruksional dirinci lagi menjadi tujuan instruksional umum dan khusus daam proses pembelajaran di dalam kelas lebih menekankan tujuan khusus sebab hal itu akan dapat memberikan gambaran yang lebih konkret dan operasional, sehingga mudah untuk mencapainya.
    Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi diri anak didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan institusional adalah mewujudkan manusia yang Ceguer, Begeur, Bener, Pinter, Akur, dan Jujur berlandaskan IMTAQ dan IPTEK, serta siap bersaing dalam era global. Tujuan kurikuler mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia adalah membentuk anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan instruksional mata pelajaran pendidikan agama Islam (umum) adalah menjadikan manusia yang memiliki pemahaman tentang nilai-nilai ajaran Islam yang berkaitan dengan akidah, ibadah, akhlak dan dasar-dasar tentang mu’amalah dan dapat menjadikan ajaran Islam sebagai landasan bersikap dan berprilaku dalam menjalani profesinya, baik sebagai pendidik maupun sebagai ilmuwan. Tujuan instruksional khusus mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah anak bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, melaksanakan sholat dan lain sebagainya.
    Dalam konteks kebijakan kurikulum baru seperti KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang sejak 2006 diberlakukan, tidak dikenal dengan TIU dan TIK dan sebagai gantinya Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan Indikator Hasil Belajar (IHB). Namun tetap memiliki arti yang sama. KTSP merupakan revisi dan pengembangan dari KBK atau Kurikulum 2004. Perbedaannya pihak sekolah diberi wewenang untuk mengembangkan kurikulum dan tetap beracuan pada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
2. Komponen Isi/Materi
    Komponen materi adalah isi dan struktur bahasan yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi yang dimaksud biasanya berupa bidang studi dan materinya, misalnya : Matematika, IPS, IPA, Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama Islam, Bahasa Arab, dan lain-lainya. Bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang dan jalur pendidikan yang ada, dan biasanya telah dimuatkan atau dicantumkan dalam struktur program kurikulum sekolah yang  bersangkutan. Tetapi pada KTSP, struktur materi menjadi tidak kaku. Guru dengan kompetensi professional atau kemampuan akademik yang dimilikinya diberi wewenang untuk mengembangkan materi. Karena itu, kemampuan mengembangkan materi menjadi salah satu aspek yang wajib dimiliki seorang guru di era KTSP ini.
    Dalam penyusunan materi mata pelajaran harus selaras dengan apa yang menjadi tujuan. Materi harus disesuaikan dengan  jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Dengan memperhatikan hal tersebut dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai.
    Materi sebagai salah satu komponen dalam kurikulum, materi pembelajaran tidak dapat diabaikan begitu saja proses penyiapannya. Selama ini ada kesan guru-guru tidak kreatif dalam mempersiapkan materi karena segalanya tercantum dalam buku paket yang secara turun-temurun mereka gunakan. Sangat sedikit guru merancang, merekayasa dan menyusun materi pembelajaran yang diasuhnya. Diterapkannya KTSP, guru harus mampu menyusun konsep materi pelajaran.
    Menurut Hendyat Soetopo setidaknya komponen materi pembelajaran terdiri atas :
a.    Isi kurikulum yang terdiri dari pokok-pokok bahasan yang merupakan perincian bidang pengajaran untuk dijadikan bahan pelajaran siswa agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Selain itu, ada yang disebut dengan bahan pengajaran yang merupakan urutan penyampaian pokok bahasan dari tahun ke tahun. Dan ada juga sumber belajar.
b.    Struktur program yang terdiri dari pembagian konsentrasi pada setiap pecahan disiplin keilmuan. Misalnya tingkat SMP, ada fiqh, aqidah akhlak.
    Dalam penyusunan materi pembelajaran harus mencakup pokok-pokok bahasan dari mata pelajaran dan strukur program seperti struktur program SMP mencakup 10 mata pelajaran, alokasi waktu 40 menit, dan minggu efektif dalam satu tahun yaitu 34-38 minggu.
    Dalam konteks pembelajaran PAI struktur materi PAI dapat dikembangkan dan direkayasa dengan mempertimbangkan kebutuhan psikologis, sosial, pandangan keislaman masing-masing siswa, yang selanjutnya dikemas dalam bentuk struktur kajian PAI yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Misalnya, untuk materi Fiqh di tingkat SMP/MTs, seorang guru PAI bisa saja melakukan pengembangan materi dengan membuat struktur bahasan yang dikembangkan dari berbagai sumber dan mazhab Fiqh yang berkembang di masyarakat.
3. Komponen Organisasi/Proses

    Dalam konteks dokumen disebut dengan organisasi yang mencakup urutan materi, kedalaman materi, keluasan materi, dan alokasi waktu. Sedangkan dalam konteks implementasi disebut dengan proses yang mencakup bagaimana materi tersebut diajarkann seperti strategi, metode, media, pendekatan pembelajaran. Dalam konteks dokumen telah dijelaskan secara rinci dalam standar isi (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi), kita cukup mengetahuinya dengan membaca dalam dokumen kurikulum yang telah ditetapkan oleh BSNP. Jadi, kami membahas dalam konteks implementasi (proses).
    Strategi pelaksanaan suatu kurikulum terdeskripsi dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran, penilaian, pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan serta cara melaksanakan pengaturan terhadap kegiatan sekolah secara makro (institusional). Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup cara yang berlaku secara umum dan cara dalam menyajikan setiap bidang studi, termasuk metode  mengajar dan alat pelajaran yang digunakan.
    Proses mencakup metode atau upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Metode hendaknya relavan dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Jangan sampai siswa tidak paham akibat guru salah dalam menggunakan metode pembelajaran. Sebaiknya guru dalam mentransferkan ilmu menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif dan yang paling penting sesuai dengan materi yang ingin disampaikan kepada murid dapat tercapai. Misalnya materi tentang whudu’ disampaikan dengan metode demonstrasi (peragaan).
    Dalam proses pembelajaran seorang guru dituntut untuk memahami strategi pembelajarannya. Strategi menunjukkan pada suatu pendekatan, metode, dan peralatan mengajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Strategi harus dipahami dan dikuasai oleh seorang guru, dan dalam pengaplikasiaanya harus tepat dan akurat. Sebab dengan menggunakan strategi yang tepat dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Namun penggunaan strategi tersebut tergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru yaitu kemampuan atau kecakapan dasar professional seseorang dalam bidang keahliannya. Seorang guru harus menguasai ilmu didaktik dan metodik pembelajaran.
    Menurut Noeng Muhadjir ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam pembelajaran nilai-nilai sebagai berikut :
a.    Strategi tradisional
Strategi tradisional ini menggunakan metode indoktrinasi. Strategi ini dapat memetakan secara langsung nilai-nilai yang mana yang baik dan buruk. Strategi ini guru mempunyai peran yang dominan. Strategi ini lebih menekankan pada aspek kognitif.
b.    Strategi bebas
Ini merupakan kebalikan dari strategi tradisional. Dalam strategi ini guru tidak hanya memberitahu siswa pengetahuan tentang nilai-nilai baik atau buruk, tetapi siswa bersama guru terlibat aktif dalam mengidentifikasi nilai-nilai yang disepakati.
c.    Strategi reflektif
Merupakan jalan mondar-mandir antara menggunakan pendekatan teoritis dan pendekatan empirik. Modal utama dari strategi ini adalah sikap konsiensi dan arif seorang guru.
d.    Strategi transinternal
Strategi ini dilakukan dengan jalan tranformasi, transaksi dan traninernalisasi nilai. Guru dan siswa sama terlibat komunikasi aktif yang tidak hanya melibatkan komunikasi fisik tetapi batin.
    Media merupakan sarana pendukung dalam proses pembelajaran. Media sebagai alat bantu yang memudahkan guru menyampaikan materi kurikulum kepada peserta didik agar mudah dimengerti dan dipahami oleh anak didik dalam suasana pembelajaran. Dalam penggunaan media dalam proses pembelajaran, guru harus dapat memilih media yang tepat dengan materi yang disampaikan. Menurun Nana Sudjana, salah satu kriteria dalam pemilihan media yaitu mampu mengoperasikannya, sesuai dengan materi, dan biaya.  Menurut Rowntree, yang dapat dijadikan sebagai media adalah manusia, realita, pictorial (gambar), symbol, dan rekaman suara.
    Dalam pembelajaran PAI, dapat menggunakan pendekatan seperti pendekatan keteladanan, rasional, emosional, fungsional, pengalaman, terpadu dan pendekatan lainnya.
4. Komponen Evaluasi
    Evaluasi merupakan tahap akhir dari kesemua komponen di atas. Evaluasi digunakan untuk menilai seberapa jauh keberhasilan dalam proses pembelajaran dan untuk perbaikan. Evaluasi merupakan hal yang penting karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui keberhasilan yang dicapai dan mana komponen-komponen yang akan diperbaiki untuk selanjutnya.
    Yang terjadi dalam evaluasi sekarang adalah banyak guru melakukan evaluasi dari segi pengetahuan dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik. Sehingga mendapatkan hasil yang tidak valid. Ketika mengevaluasi, evaluasilah secara komprehensif, jika tidak maka akan menimbulkan kepincangan dalam hal penilaian.
    Menurut Sukmadinata, ada bebarapa bentuk atau jenis evaluasi. Pertama, evaluasi hasil belajar. Evaluasi digunakan untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa terhadap proses pembelajaran selalu diadakan evaluasi. Dalam evaluasi ini ini disusun butir-butir soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditetapkan. Berdasarkan luas lingkup bahan dan jangka waktu belajar, evaluasi ini dibedakan menjadi evaluasi formatif dan evaluasi summatif.
a.    Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan utama evaluasi ini untuk menilai proses pengajaran. Untuk pendidikan tingkat dasar, test formatif digunakan untuk menilai kemampuan siswa setelah memahami sub pokok bahasan tertentu.
b.    Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang lebih luas sebagai hasil belajar dalam limit waktu yang cukup lama, satu semester atau satu tahun. Evaluasi ini berfungsi untuk tingkat pendidikan dasar. Misalnnya untuk menilai kemajuan belajar siswa seperti kenaikan kelas, kelulusan ujian dan seterusnya.
    Untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar yang telah ditetapkan. Ada dua macam norma yang harus diperhatikan, yaitu norm referenced dan criterion referenced. Dalam evaluasi formatif menggunakan criterion referenced yaitu penguasaan  siswa yang diukur dengan test belajar lalu dibandingkan dengan  suatu criteria standard sebagai patokan. Sedangkan evaluasi sumatif menggunakan norm referenced yaitu penguasaan siswa yang tidak memiliki criteria standard sebagai patokan penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar.
    Kedua, evaluasi pelaksanaan mengajar. Komponen yang dievaluasi dalam proses pembelajaran adalah keseluruhan dari proses tersebut secara utuh yang meliputi tujuan mengajar, evaluasi bahan ajar, strategi, metodologi pembelajaran dan media yang digunakan. Komponen ini mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, isi, metode, organisasi, fasilitas dan biaya, siswa, guru, keluarga dan masyarakat. 
    Fokus utama dalam evaluasi adalah evaluasi hasil belajar dan evaluasi pelaksanaan pengajaran.  Dalam melakukan evaluasi hendaknya dilakukan secara kontinu (terus menerus) dan beracuan pada norma-norma yang berlaku. Maksud dari kontinu adalah evaluasi formatif yaitu penilaian pencapaian siswa dalam hal sub pokok bahasan setelah berakhirnya materi pelajaran. Evaluasi sumatif yaitu dilakukan pada waktu tengah semester dan akhir semester.

KESIMPULAN

    Kurikulum pada awalnya (tradisionalis) mendefinisikan kurikulum merupakan sekumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh anak didik untuk mendapatkan sertifikat. Namun pada perkembangannya (modernis) mendefinisikan bahwa kurikulum bukan hanya sekumpulan mata pelajaran tetapi mencakup semua kegiatan yang bersifat formal (terencana) dan tidak formal (pengawasan sekolah) di bawah pengawasan sekolah untuk meningkatkan penguasan pengetahuan dan pengalamannya agar tercapainya tujuan pendidikan.
    Kurikulum terdiri dari empat komponen yang lazim disebut oleh para ahli yaitu komponen tujuan, komponen materi/isi, komponen organisasi/proses, dan komponen evaluasi.
    Tujuan merupakan suatu hal yang penting dalam kegiatan pendidikan. Sebab tujuan merupakan sebagai penentu subtansi kurikulum berikutnya atau starting point. Dalam perumusan tujuan harus mempertimbangkan perkembangan kebutuhan dan kondisi masyarakat serta berdasarkan konsep pemikiran falsafah negara. Tujuan mencakup tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler, dan instruksional umum dan khusus.
    Materi merupakan isi dan struktur bahasan yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi yang dimaksud biasanya berupa bidang studi dan materinya, misalnya Bahasa Arab dan PAI. Dalam perumusan materi harus disesuaikan dengan jenis, jenjang, dan jalur pendidikan yang ada. Guru dituntut dapat mengembangkan materi sesuai dengan kompetensi yang ia miliki.
    Organisasi/proses merupakan komponen yang bekerja dalam tahap pelaksanaan dan bagaimana materi tersebut di ajarkan. Dalam memberikan materi kepada anak didik, guru harus memilih strategi, metode, media, dan pendekatan yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan serta kemampuan dalam melakukannya.
    Evaluasi merupakan komponen yang terakhir. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran dan untuk memperbaiki program yang ada. Evaluasi dilakukan secara komprehensif dan kontinu serta beracuam pada norma-norma yang berlaku. Evaluasi dilakukan dari komponen tujuan sampai komponen proses. Focus utama dalam evaluasi adalah evaluasi hasil belajar dan pelaksanaan pengajaran.
 

Teori Belajar Kognitivisme.



KONSEP BELAJAR KOGNITIVISME
Definisi Teori Belajar Kognitivisme
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1. enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek;
2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; dan
3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak

Prinsip-Prinsip Konsep Belajar Kognitivisme
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan dalam
proes belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1.       mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review , pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik;
2.       memilih materi-materi kunci, lalu menyajikannya dimulai dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;
3.        mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi baru itu;
4.        menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari,
5.        memakai advance organizers;
6.        mengajar peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada
Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitifisme dari beberapa contoh diatas banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah
1.       Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu;
2.       Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana;
3.        Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah diketahui sebelumnya;
4.        Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses dan lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
Peranan Model Kognitivisme dalam Pembelajaran
Belajar : Belajar kognitif
, Karakteristik Teori :Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya.
Belajar : Kognitif Bruner
, Karakteristik Teori : Model ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang akan dipeserta didiki
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik untuk bahan belajar
5. Mengatur topik peserta didik dari konsep yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Belajar : Bermakna Ausubel
, Karakteristik Teori : Dalam aplikasinya menuntut peserta didik belajar secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif peserta didik.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat, kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal, interviw, pertanyaan dll.
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik.
6. Membuat dan menggunakan "advanced organizer" paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi (keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan yang akan diberikan.
7. Mengajar peserta didik untuk memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar


Teori
 Perkembangan  Model Kognitivisme
Berpijak pada tiga teori belajar seperti dijelaskan di atas, maka dalam pengembangan model pembelajaran harus selaras dengan teori belajar yang dianut. Dengan kata lain, apabila kita menganut teori behaviorisme, maka model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah model pembelajaran yang tergolong pada kelompok perilaku. Untuk penganut teori kognitivisme, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran yang mengarah pada proses pengolahan informasi. Adapun untuk yang menganut teori belajar konstruktivisme, maka model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran yang bersifat interaktif dan model pembelajaran yang berpusat pada masalah. Hal ini didasarkan pada salah satu prinsip yang dianut oleh konstruktivisme, yaitu bahwa setiap siswa menstruktur pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar. Jadi pengetahuan itu tidak begitu saja diberikan oleh guru.

TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
A.  PENGERTIAN DAN TUJUAN KONSTRUKTIVISME
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.  Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau ……pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997). Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
  • Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
    • Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).  Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial.  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).  Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi  untuk merespon masalah yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.
kema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sihingga dapa t menjadi lebih luas dan berkembang.
B. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah
  1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar
  2. Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
  3. Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
  4. Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
  5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
  6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
  7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
  8. Menggalakkan proses inkuiri murid mel alui kajian dan eksperimen.
  9.  
C. PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
  1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
  2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
  3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
  4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
  5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
  6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
  7. Mmencari dan menilai pendapat siswa
  8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.


  1. HAKIKAT ANAK MENURUT  TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (a) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik
F. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVISME
1. Kelebihan
  1. Berfikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
  2. Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
  3. Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
  4. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
  5. Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
2. Kelemahan                         
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.
G. PROSES BELAJAR MENURUT KONSTRUKVISTIK
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1.Proses belajar kontruktivistik secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2.Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3.Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.
4.Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.

5.Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

Senin, 16 April 2012

Biografi albert einstein

Albert Einstein dapat dikatakan sebagai ilmuwan paling terkenal di abad 20. Einstein adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Penemuan terbesarnya adalah teori relativitas yang dikemudian hari disalahgunakan manusia untuk pengembangan senjata nuklir. Einstein juga banyak menyumbang pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. Dia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1921 untuk penemuannya tentang efek fotoelektrik dan "pengabdiannya bagi Fisika Teoritis". Setelah teori relativitas umum dirumuskan, Einstein menjadi terkenal ke seluruh dunia, pencapaian yang tidak biasa bagi seorang ilmuwan. Kepopuleran Einstein melampaui popularitas semua ilmuwan dalam sejarah dan Einstein sampai sekarang menjadi simbol kejeniusan. Wajahnya merupakan salah satu yang paling dikenal di seluruh dunia hingga majalah times tahun 1999 menobatkan Einstein sebagai tokoh abad 20.

Biografi Singkat

Einstein lahir di Ulm, Wurttemberg kurang lebih 100 km sebelah timur Stutgart Jerman, 14 Maret 1879 dan meninggal 18 April 1955 pada umur 76 tahun di Princeton, New Jersey, Amerika Serikat.Ia berasal dari keturunan Yahudi dari pasangan Hermann Einstein dan Paulline. Ayahnya berprofesi sebagai penjual ranjang bulu yang kemudian berganti pekerjaan dalam bisnis elektrokimia. Albert disekolahkan di sekolah Katholik.Naluri Ilmuwan Einstein dimulai sejak umur lima tahun saat ayahnya menunjukkan kompas kantung. Ia menganggap ada sesuatu di ruang yang "kosong" bereaksi terhadap jarum di kompas tersebut. Einstein kemudian menjelaskan pengalamannya ini sebagai moment paling menggugah dalam hidupnya. Sebagai seorang pelajar, Einstein dianggap sebagai pelajar yang lambat dalam mengikuti pelajaran, sifatnya pemalu. Namun kelambatanya berfikir tidak menghalangi minat, semangat, dan kerja kerasnya untuk belajar terus menerus, bereksperimen, dan menggali pengetahuan sampai akhirnya Ia berhasil menghasilkan karya spektakuler dan belum bisa ditandingi ilmuan lainnya. Ia menjungkirbalikkan fakta dan teori-teori psikologi tentang kejeniusan. Setelah itu para psikolog meredefinisi makna jenius, dan pada perkembangan ilmu psikologi modern akhirnya diketahui bahwa kecerdasan manusia itu sangat beragam, dan kecerdasan paling penting mempengaruhi kehidupan sesorang adalah kecerdasan emosi. Eisntein mendapat nobel fisika tahun 1921 justru karena kelambatanya. Dia kemudian diberikan penghargaan untuk teori relativitasnya karena kelambatannya ini. Setelah diadakan penelitian mengenai struktur otak Einstein (setelah ia meninggal) para ahli neuroologi berpendapat bahwa lambatnya perkembangan mental Eisntein diwaktu kecil disebabkan dia menderita Sindrom Asperger, sebuah kondisi yang berhubungan dengan autisme.

Einstein mulai belajar matematika pada umur dua belas tahun. Dua pamannya membantu mengembangkan ketertarikannya terhadap dunia intelek pada masa akhir kanak-kanaknya dan awal remaja dengan memberikan buku tentang sains dan matematika. Pada tahun 1894, Einstein pindah dari Munich ke Pavia, Italia (dekat kota Milan) karena kegagalan bisnis elektrokimia ayahnya. Albert tetap tinggal di Jerman menyelesaikan satu semester sekolahnya sebelum bergabung kembali dengan keluarganya di Pavia. Pada usia remaja Einstein sempat gagal tes masuk Eidgenössische Technische Hochschule (Institut Teknologi Swiss Federal, di Zurich). Einstein oleh keluarganya kemudian dikirim ke Aarau Swiss, untuk menyelesaikan sekolah menengahnya sampai berhasil menyelesaikan diploma tahun 1896. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya Eisntein dapat mengenyam pendidikan di Eidgenössische Technische Hochschule.

Pada 1898, Einstein bertemu dengan Mileva Marić, seorang Serbia teman kelasnya yang dikemudian hari menjadi pasangan hidup Einstein. Pada tahun 1900, dia diberikan gelar untuk mengajar oleh Eidgenössische Technische Hochschule dan diterima sebagai warga negara Swiss pada 1901. Selama masa ini Einstein mendiskusikan ketertarikannya terhadap sains kepada teman-teman dekatnya, termasuk Mileva. Dia dan Mileva memiliki seorang putri bernama Lieserl, lahir dalam bulan Januari tahun 1902. Lieserl Einstein, pada waktu itu, dianggap tidak legal karena orang tuanya tidak menikah.

Karir pekerjaan
Pada saat kelulusannya Einstein tidak berprofesi sebagai pengajar, namun bekerjasebagai asisten teknik pemeriksa di Kantor Paten Swiss pada tahun 1902. Di kantor tersebut bakat ilmuwan Einstein mulai berkembang pesat. Ia menganggap aplikasi paten memerlukan aplikasi ilmu fisika. Dia kadang-kadang memperbaharui desain aplikasi kantor paten juga mengevaluasi kepraktisan hasil kerja mereka.

Einstein menikahi Mileva pada 6 Januari 1903. Mileva adalah seorang matematikawan teman kuliah Einstein. Pada 14 Mei 1904, anak pertama dari pasangan ini, Hans Albert Einstein, lahir. Pada 1904, posisi Einstein di Kantor Paten Swiss menjadi tetap. Dia mendapatkan gelar doktor setelah menyerahkan thesis "Eine neue Bestimmung der Moleküldimensionen" ("On a new determination of molecular dimensions") pada tahun 1905 dari Universitas Zürich.


Di tahun yang sama dia menulis empat artikel yang memberikan dasar fisika modern. Banyak fisikawan setuju bahwa ketiga thesis itu (tentang gerak Brownian), efek fotolistrik, dan relativitas khusus) pantas mendapat Penghargaan Nobel. Tetapi hanya thesis tentang efek fotoelektrik yang mendapatkan penghargaan tersebut. Ini adalah sebuah ironi, bukan hanya karena Einstein lebih tahu banyak tentang relativitas, tetapi juga karena efek fotoelektrik adalah sebuah fenomena kuantum, yang membuka jalan terbentuknya teori kuantum. Hal yang membuat membuat thesisnya luar biasa bahwa ia berhasil menjelaskan teori fisika ke konsekuensi logis dan berhasil menjelaskan hasil eksperimen yang membingungkan para ilmuwan selama beberapa dekade. Sampai akhirnya Persatuan Fisika Murni dan Aplikasi (IUPAP) merencanakan untuk merayakan 100 tahun publikasi pekerjaan Einstein di tahun 1905 sebagai Tahun Fisika 2005.

Di artikel pertamanya di tahun 1905 berjudul "On the Motion—Required by the Molecular Kinetic Theory of Heat—of Small Particles Suspended in a Stationary Liquid", mencakup penelitian tentang gerakan Brownian menggunakan teori kinetik cairan yang pada saat itu kontroversial. Einstein berhasil memberi penjelasan detail tentang fenomena yang masih membingungkan para ilmuwan saat itu. Dalam beberapa dekade berikutnya teori Eisntein memberikan bukti empirik (atas dasar pengamatan dan eksperimen) kenyataan adanya atom. dan mekanika statistika yang saat itu dianggap kontroversial. Sebelum Einstein mengemukakan thesisnya atom dikenal baru pada tataran sebagai konsep. Para fisikawan dan kimiawan masih berdebat dengan sengit apakah atom itu benar-benar suatu benda yang nyata. Diskusi statistik Einstein tentang perilaku atom memberikan mengilhami eksperimen menghitung atom hanya dengan melihat melalui mikroskop biasa. Wilhelm Ostwald, seorang pemimpin sekolah anti-atom, kemudian memberitahu Arnold Sommerfeld bahwa ia telah merujuk penjelasan komplit Einstein tentang gerakan Brown.

Nah ....sobat..penemuan Einstein tentang teori relativitas dan atom akhirnya mengubah peradaban dunia. Negara-negara adidaya berlomba-lomba mengembangkan senjata pemusnah massal. Andai saja Eisntein tahu Hiroshima dan Nagasaki hancur lebur akibat bom atom, tentu Einstein akan menangis....